Saturday, 9 November 2013

Sinopsis/Teks Cerita SCTV FTV Paijah Pacar Terakhirku part 2 A

SCTV FTV Paijah Pacar Terakhirku *Casts: Rizky Alatas and Anisa Rahma Adi - bumper photo


Turun dari taksi di depan rumah Mas Handro

“Ummm ... ini rumah aku ya. Di sini tempat aku dilahirin. Pokoknya kamu harus jaga sikap dan kamu nggak boleh macem-macem di depan mama aku. Ngerti?!”, kata Mas Handro.

Paijah yang masih di dalam taksi, tidak mengerti cara membuka pintu taksi.

“Mas, Mas Handro. Gimana ini cara ngebukanya, Mas?”, tanya Paijah.

Mas Handro langsung menoleh ke belakang, “Waduh!”

“Oh”, kata Paijah mengangguk mulai mengerti cara membuka pintu taksi.

Paijah keluar dari taksi.

“Makasih ya, Pak.” kata Mas Handro pada supir taksi.

“Makasih ya, Pak.” Paijah menirukan.

Taksi berlalu ...

Sebelum masuk rumah, Mas Handro memperingatkan Paijah, “Inget ya! Jaga sikap di depan mama. Oke!”

“Siap.” sahut Paijah.

Di dalam rumah Mas Handro ...

“Ini rumahnya gedhe banget ya?” kata Paijah takjub.

Paijah melihat hidangan di meja.

“Eh, ini roti beneran?” tanya Paijah dengan lugunya.

“Ya beneran laah, masa’ mainan?” jawab Mas Handro.

“Beneran?”

“Bener.”

“Lha ini? Ini? Ini plastik?” tanya Paijah.

“Nampan.” jawab Mas Handro.

Ibunya Mas Handro keluar dari bilik ke  ruang tamu menemui Mas Handro dan Paijah.

“Hm ... Hm ... Sopo, Ndro?” tanya ibunya Mas Handro.

“Anu, Bu. Saya ...” kata Paijah memperkenalkan diri.

Tapi Mas Handro tiba-tiba memotong perkataan Paijah, “E ... , Shinta, Ma. Dan dia calon istri saya.”

“Shinta?” kata Paijah kaget.

“Istri?” sahut ibunya Mas Handro kaget.

Ibunya Mas Handro menarik tangan Mas Handro, “Sebentar ya. Saya mau bicara dulu sama Handro.”

“Oh iya, saya juga mau ngomong sama Mas Handro. Bentar ya Bu, ya.” kata Paijah.

“Eh ... eh ... eh.”

“Ma ... Ma ... Ma.”

“Mama mau ngomongsama kamu,” kata ibunya Mas Handro.

Tangan Mas Handro ditarik ke kiri dan ke kanan oleh ibunya dan Paijah.

“Ma ... Ma ... Ma.”

“Ini saya mau ngobrol bentar aja ama Mas Handro,” kata Paijah sambil menarik tangan Mas Handro.

“Maaf ya,” kata ibunya Mas Handro pelan.

“Tapi saya mau ngomong, Bu.” kata Paijah.

“Ini anak saya. Saya ibunya. Jadi, saya dulu yang bicara.”

“Iya, iya, iya Ibu, ya,  iya, iya. Ya udah, tapi bentar aja ya, Bu, ya. Saya tunggu di sini.”

Ibunya Mas Handro menarik Mas Handro menjauh dari ruang tamu.

“Sini! Adoh, kamu ini gimana toh? Sini. Mama mau bicara sama kamu,” kata ibunya Mas Handro.

“Lha wongkamu itu kuliah aja belum selesai, sudah minta nikah?” lanjut ibunya Mas Handro.

“Ya Mama bakal nekenin aku juga, ‘kan?”

“Lha yojelas tho. Lha ‘kan Ratna bisa ngurus hidup kamu. Daripada ... sopo kuwi? Siapa namanya?” tanya ibunya Mas Handro dengan nada menyepelekan Paijah.

“Pokoknya, aku cinta mati sama Shinta.” kata Mas Handro meyakinkan ibunya.

“Lha kok gitu tho?” tanya ibunya Mas Handro keheranan. “Ya udah. Ndak pa pa. Kalo kamu ndak mau nikah ama Ratna tapi kamu harus kerja di galerinya Ratna. Dalam waktu satu bulan, kamu sudah harus jadi manajer. Tapi ya ... kalo kamu ndakbisa jadi manajer dalam waktu sebulan, yo... kamu tetep kawin sama Ratna yo,  Nak.”

“Emmm”

“Lha yomemang gitu pilihannya” kata ibunya Mas Handro.

“Tapi saya nggak mau sama Ratna, Ma.” keluh Mas Handro.

Sedang di ruang tamu, Paijah melihat jam tangannya dan segera menghampiri Mas Handro dan ibunya Mas Handro.

“Waktunya udahlima menit. Waktunya saya ngomongsama Mas Handro.”

“Lho ... piye tho?” kata ibunya Mas Handro.

Paijah menarik tangan Mas Handro dan mengajak keluar. Ibunya Mas Handro berusaha mencegah, “Eh ... iki belum selesai.”

“Eh ... eh ... sakit, Ma.” kata Mas Handro berusaha melepaskan tangannya dari ibunya.

Iki piye tho?” ucap ibunya Mas Handro dengan ekspresi sedikit bingung.

Paijah menarik tangan Mas Handro keluar dari rumah.

“Eh ... ini apa-apaan sih? Kok kamu narik-narik aku? Eh, tunggu.” Kata Mas Handro.

Paijah melepaskan tangan Mas Handro dan mulai menagih, “Eh, mana uang 10 jutanya? E ... kenapa tadi aku juga dipanggil Shinta? Trus kenapa juga tadi Mas ngaku-ngaku kalo aku ini jadi calon istri kamu? Heh ...”

“Gini ya. Uang 10 juta nggak bakal keluar kaloaku nggak bawa calon istri ke mama aku. Kedua, aku manggil kamu Shinta karena aku nggak tau nama kamu.”

“Oh ... mbokya kamu tuh nanya! Nama aku tuh Paijah, bukan Shinta.”

“Hek, ... ha ... ha ... Sorry sorry sorry sorry sorry. Kamu tadi bilang apa? Nama kamu Paijah? Em, itu nama asli apa bohongan apa samaran?”

“Ya iya, beneran. Nama asli.”

“O ... Oke, Paijah.”

“Ya udah mana uang 10 jutanya?”

“Ya nggakada laah. Tapi aku janji, aku bakal tanggung jawab dan aku bakal bayar dan kamu bisa temuin aku tiga kali dalam sehari. Dan aku bakal bayar. Gimana? Setuju?”

“Setuju! Awas jangan bohong ya tapi ya, Mas.”

Ndakakan bohong.”

“Oke. Ya udahaku pulang”

Baru satu langkah, Paijah bilang, “Eh, ntar dulu. So, aku pulangnya gimana? Wongaku nggak bawa ongkos.”

Mas Handro merogoh sakunya dan mengambil uang. “Uangku tinggal segini lagi. Kamu naik becak aja ya. Aku nggak bisa anter kamu soalnya.”

“Em, ya udah deh.”

Paijah terima uang dari Mas Handro dan segera berlalu sedang Mas Handro pun masuk ke rumahnya.

No comments:

Post a Comment